 |
Alien Baik Hati - Yang mereka tahu hanya menari. |
Evolusi
menunjukkan taringnya. Ribuan tahun yg merubah sengatan menjadi sentuhan.
Gemulai tarian di ruang dansa bernuansa hijau Danau Kakaban, memanggil
pelancong datang dan bersenang senang. Masuki ruang dansa itu, perhatianmu
takkan teralih dari situ. Ubur ubur Kakaban bergoyang dgn teratur, melenggak
lenggok bersama para pengunjung yg tak mungkin kapok.
Kakaban
memang begitu unik, pembentukan atol dgn proses pengangkatan karena aktivitas
kulit bumi yg berlangsung ribuan tahun, membuat air laut di dalam danau Kakaban
terisolasi dgn laut disekitarnya, meski begitu, tak langsung menjadi air tawar,
karena banyak lubang, retakan dan jalur yg memungkinkan pertukaran air asin dgn
air payau di danau Kakaban, semua yg terbawa ke atas dalam proses pengangkatan
ini menyesuaikan diri, membentuk anomali yg menyeret rasa penasaran untuk
selalu kembali.
Dermaga yg
sedikit panjang memandu langkah kami menuju pintu masuk Danau Kakaban, konturnya
meninggi tapi mudah didaki karena jalur menuju kesana begitu nyaman dgn lantai
kayu dan anak anak tangga yg membantu di tiap tanjakan. Di balik lantai kayu,
kulihat batuan karst runcing berwarna putih-krem, yg pastinya menyakitkan bila
kita melangkah langsung diatasnya tanpa alas kaki yg tebal. Di kanan kiri
pepohonan lebat memayunggi dari panas matahari. Beberapa bangunan kayu berada
di kanan dan kiri jalur, tempat para penjaga danau ini, menyambut turis yg
tiada habis.
Belum lagi
masuk ke dalam air danau, dari atas dermaga, bisa terlihat ubur ubur hilir
mudik, ada yg tergesa ke kanan dan kiri, ada yg menikmati gerakannya sendiri.
Cepat cepat ku ceburkan diri, mengatur kamera dan siap membidik, seketika
ribuan ubur ubur itu bergerak ke arah yg yg tak beraturan, bahkan dgn santainya
melewati ruang antara googleku dan kamera. Serendah mungkin ku coba mendapatkan
gambar ubur ubur dari dasar, ternyata ada salah satu dari mereka yg berada
disana, terbalik, seakan sekuat tenaga ingin menembus pasir berhias tanaman
air, tapi tidak bisa. Ku lihat lebih jauh ternyata lebih banyak lagi yg
terbalik di dasar danau, ini dia si ubur ubur terbalik. Dari sudut mataku
melintas benda transparan, ku ikuti gerakannya yg anggun, ku coba mendapatkan
gambar empat pola bulat di tengah tubuhnya, sulit sekali mendapatkan fokus,
karena tubuhnya yg bersih dan hampir tembus pandang.
Setidaknya
ada 4 jenis ubur ubur di danau Kakaban ini, Cassiopea Ornata, ubur ubur
terbalik yg setia dgn dasar danau Kakaban yg berpasir; Si anggun, Aurelia
Aurita, yg menyibak bagai rok penari latin; Mastigias of Papua, yg
berenang hilir mudik tak henti; juga ada Tripedalia cystophora atau ubur
ubur kotak, yg karena evolusi, sengatan fatalnya tak lagi mengancam nyawa.
Mereka semua adalah daya tarik utama Danau Kakaban, tersebar di 390 hektar luas
danau berwarna hijau.
 |
Dibawah Dermaga - Merendam kaki pun boleh, sambil melihat ketangkasan ubur ubur berdansa. |
 |
Julung-julung - Tak semua penghuni danau ini invertebrata |
Di perairan
Kakaban pun kami menyempatkan diri untuk menyelam, spot yg terkenal disini
adalah spot Baracuda, seorang penyelam haruslah punya kemampuan advance untuk
dapat menyelam disini karena selain arusnya yg kuat dan tidak beraturan juga
kedalaman yg hampir 40 meter harus diselami untuk melihat gerombolan ikan
karnivora bertubuh panjang, Barracuda. Untunglah pagi itu tidak banyak
ombak, kami dgn santainya melakukan back-roll entry dan sedikit demi
sedikit mengempiskan BCD dan turun ke bawah, tak banyak yg dapat
dilihat, tak banyak koral dan ikan. Konturnya slope atau menurun dgn
pasir sbg lantainya, beberapa sponge besar tumbuh dgn subur, juga monkey
tail, yg cukup kuat untuk menahan penyelam bila terseret arus. Terlihat
ujung slope yg berwarna biru tua hampir kehitaman, arus menyeret kami
kebawah dan ke barat, tiba tiba terdengar bunyi besi di ketuk berkali kali, ku
cari sumber suara itu, kudapati guide kami, Adi, menunjuk ke arah ujung slope,
ku kernyutkan dahi mencoba untuk fokus, ada seekor hiu yg besar mungkin lebih
dari 2 meter panjangnya melintang sejajar dgn slope, tetapi dia terlalu dalam,
kameraku belum siap, dan jarak pandang terlalu dekat untuk lensa ku, sekejap
kemudian hiu white tip itu menghilang dari pandangan, semoga ku dapat
ikan besar lainnya pikirku. Arus menyeret kami semakin jauh, kembali ku dengar
dentingan tanki udara yg di ketuk, ku lihat di ujung slope, dua ekor
barracuda sedang melayang tak bergerak dari tempatnya menghadap arus, tapi tiba
tiba arus semakin kencang, kamera besarku terbawa lebih jauh dari tempat
barracuda itu, tak apa, kami akan mendapatkan gerombolan barracuda, dan dua
ekor bukanlah gerombolan, doa ku.
 |
Slope - Kami terus menuruni lereng ini menuju para gerombolan Baracuda yang entah dimana. |
Slope
ini lebih landai dan
hampir flat, aku terbawa arus dan berpegangan pada monkey tail,
kulihat teman teman memandang diagonal ke arah atas, ke belakangku. Takjub,
sinar matahari, yg entah bagaimana bisa masuk ke kedalaman 38 meter ini
menerangi punggung punggung panjang yg sedang melayang tak bergerak, melawan
arah arus, puluhan mungkin ratusan Barracuda itu bertumpuk tumpuk, ku siapkan
kamera secepat yg ku bisa, ku ukur sinarnya, aku bergerak mendekati ikan ikan
panjang yg bertampang seram itu, sedikit demi sedikit, tombol rana terus ku
tekan, hingga mereka bergerak maju dan menghilang.
 |
Baracuda - mereka pesona tempat ini. |
Comments
Post a Comment