REPORTASE
Minggu minggu pertama kami, sebagi BMT 4, diisi dengan
kelas. Ada kelas naskah, kelas teknik, kelas editing, kelas kamera delel.
Pernah satu saat kami ditugaskan untuk membuat wishlist liputan, yang tentu
saja kuisi dengan : “Pendakian 7 Puncak Dunia”.. bukan soal “Pilkada DKI”, atau
“Lakunya baju muslim menjelang Lebaran”, bukan soal ke-HI-an, bukan soal Sosial
masyarakat perkotaan. Tapi langsung ku tembak dengan judul yang adventuris,
penjelajahan, Wanadri, Nasionalisme praktik. Dan ga perlu di tebak lagi, judul
semacam ini Cuma muncul dari otak sang Bima.
Ternyata saat kami diperkenalkan ke setiap penjuru lantai
5, pabrik berita Kompas TV, mereka yang mendengar namaku disebutkan, pasti
menyahut “Wanadri, ya?” kayaknya bau ku sudah tercium jauh sebelum aku masuk
kesini, wow..senang sekaligus panik, karena sudah dikenal begini, pasti bebanku
menjadi lebih besar. Mudahan tidak.
Mas Gede, produser Bumi Kita, program tayangan soal
konservasi lingkungan, hewan, tumbuhan-pokoknya semua tentang bumi kita deh- diperkenalkan
kepadaku, dia meminta tolong untuk dibantu dalam program ini. Saat itu yang ku
pikirkan adalah semua teknis ekspedisi –padahal belum nonton sama sekali-.
Kenapa ngga pake Pecinta alam setempat?, bagaimana teknis ekspedis yang
dilakukan selama ini? Jawabannya ternyata tidak serumit yang ku bayangkan. Cuma
satu kata “masalah dana”. Dan memang teknisnya tidak terlalu rumit karena
ekspedisi yang dilakukan tidak ekstrim –mungkin harus ku jelaskan lagi (nanti)
soal ekspedisi yang ekstrim-. Jadi... ya.. tenang saja sebenarnya sih..
Liputan pertamaku adalah mencari SOT atau wawancara Abdul
Haris Semendawai, soal –ehm- Nazaruddin yang fenomenal. Seharusnya setiap
reporter baru saat peliputan dilakukan sistem tandem –satu reporter
berpengalaman dengan yang belum- plus satu kameramen, tapi.... aku dilepas
sendiri! Ranah Politik, yang ku-jijik-i seperti memegang kotoran manusia tanpa
sarung tangan dan melemparkannya ke udara tepat di atas kepala. Ranah itu harus
ku jilati (lagi).
Saat kelas naskah intensif (karena langsung dengan
pakarnya Mbak Endah), rasanya susah-susah gampang, karena restriksi yang secara
teori mereka perkenalkan, membuat ku bingung soal menulis kata-katanya. Terlalu
panjangkah? –dan yang terpenting- Strainght to the point kah?, karena gaya
tulisan naskah di Televisi berbeda kata mereka. Himpitan waktu (durasi-red),
dan absenisasi gambar yang diambil oleh kamera, menjadi satpam saat menulis
naskah. Tapi untungnya setiap naskahku lolos dengan adem ayem aja. Syukron.
“Diplomat: an honest
person sent to lie for his country, an I am not one of it, i’m just report
them” –Me-
Comments
Post a Comment