Renovasi GBK: Jasa mereka untuk Indonesia
Beberapa waktu lalu, saya menyempatkan diri
untuk menengok stadion kebanggaan Indonesia, Gelora Bung Karno (GBK) di
Senayan, Jakarta. Pada masa ‘pemulihan’ sekarang ini, kompleks olahraga Senayan
memang tidak terbuka untuk umum. Sebuah undangan dari seorang teman yang
bekerja untuk renovasi GBK, sulit untuk ditolak.
Melihat GBK lagi dari dekat, jauh lebih
bersih dan muda. Meskipun stadion yang didirikan oleh pemerintahan orde lama
waktu itu sudah hampir setengah abad umurnya, melihat GBK dengan penampilan
yang segar membawa kembali semangat nasionalisme yang hampir pudar karena
saking lamanya tidak melihat bangunan ini.
Bukan pekerjaan mudah untuk memugar stadion
terbesar kedua di asia ini. Butuh banyak pekerja untuk merampungkannya, butuh
banyak waktu dihabiskan untuk menyelesaikannya dan yang utamanya butuh banyak
dana untuk menghidupkannya kembali.
Salah satu untaian kecil yang setiap hari
bekerja keras untuk menyelesaikan renovasi ini adalah para pekerja ketinggian.
Ketinggian? Yup, atap canggih-pada-masanya itu butuh keterampilan khusus,
keberanian dan ketekunan tersendiri. Para pekerja ketinggian ini selalu bikin
kaki saya berkeringat melihat mereka beraksi. Sedikit demi sedikit mengangkat
tubuh mereka menuju bagian atas plafon yang terbuat dari besi dan saling
mengikat. Tali prusik, webbing dan harness itulah yang menjamin hidup
mereka tetap sehat walafiat.
Penasaran dengan keahlian mereka, terutama
nyali mereka yang bisa mengalahkan rasa takut di ketinggian dan tetap waspada,
maka saya menanyai mereka sambil memotretnya. Dua dari mereka sudah malang
melintang di dunia ketinggian komersil seperti ini lebih dari 20 tahun!! Waktu
yang begitu lama untuk menjadi sorang ahli! Dan tebak bagaimana mereka bisa
terjun ke dunia kerja ekstrim ini? Mereka dulunya adalah atlit panjat tebing!!
Ahmaruddin, biasa dipanggil Dul. Belasan
tahun lalu dirinya masih menjadi salah seorang atlit panjat tebing DKI jakarta
dan sempat berada di peringkat 6. Tetapi hidup sebagai atlet kurang mumpuni, sehingga
ia harus membanting setir dan menggunakan keahliannya sebagai pekerja
ketinggian komersil. Tak tangung-tanggung hampir semua patung ikon kota Jakarta
pernah ia panjat dan dibersihkan. Menurutnya hanya patung Pemuda Membangun di
Senayan yang terbuat dari cor semen, sementara patung lain di Jakarta terbuat
dari perunggu.
Ia bercerita saat bertugas sebagai
pembersih gedung tinggi, dimana gedung-gedung itu punya tingkat kesulitannya
sendiri. Sambil ngobrol jari telunjuknya mengarah ke sebuah gedung putih yang
terlihat kerdil dari kepungan gedung disekitarnya. “gedung Entilen, itu gedung setan itu, yang kemaren ada berita orang
jatoh dari gondola” saat itu ia bertugas untuk membersihkan sarang burung
Seriti di gedung yang menurutnya paling sulit selama karirnya, karena medan
yang begitu sulit dan minimnya pegangan dan pijakan, ia harus ‘nge-bor’ sambil
bermain teknik karena banyak sekali medan overhang.
Dul pun bertemu istrinya di ‘tebing’,
karena sama-sama pemanjat mereka pun jatuh cinta dan menikah tahun 2008.
Terpaut jauh dengan umur istrinya, ia pun punya harapan besar pada karir
istrinya yang sedang melanjutkan kuliah di jenjang master bidang pendidikan.
Sebelum mengerjakan GBK, Dul telah bekerja di Bank Panin sebagai pembersih
gedung tinggi, sebagai tenaga khusus yang bisa membersihkan dengan medan yang
cukup sulit. Adanya panggilan untuk mengabdikan diri pada benda dan gedung
bersejarah di Jakarta, ia pun menyambut tawaran untuk bekerja mengecat atap
GBK, yang sudah 7 bulan ini dikerjakan. “saya sudah cukup ngerasain.. ini udah
ngerasain..” selorohnya.