bohong kalau pernah ke Hong Kong, tanpa foto ini

Victoria Peak.
Tempat ikonik ini
bagai tanda bukti kalau kamu pernah ke Hong Kong, suasana kota malam hari yang
berpadu dengan deretan pencakar langit serta kerlap kerlip lampunya begitu
indah dipandang mata. Lembahan besar yang masih rindang seakan tidak
terpengaruh kegiatan pembangunan kota dibawah sana, malahan mereka bekerjasama
menarik para turis kesini. Paduan alam dan peradaban yang indah, terlebih
ayunan gelombang di Belcher Bay dan Victoria Harbour yang jauh dibawah sana mengantarkan alunan
lagu yang dibawa oleh kencangnya angin bersama dengan pedang Fahrenheit yang menusuk tulang. Jaket flanel abu-abu yang
kubawa dari Sydney ini masih kurang tebal menahan gempuran angin, tripod hitam
ini juga terlalu ringan saat berhadapan dengan hembusan, tetapi pemandangan ini
harus diabadikan apapun caranya, aku menahan napas cukup lama hingga daun rana
kameraku kembali ke posisinya, ku coba berkali-kali supaya hasilnya tidak
goyang, aku tak sendiri, turis lain yang mungkin berasal dari Asia juga mencoba
hal yang sama, bahkan disebelah kami dua perempuan sedang berebutan untuk bisa
tampil di layar 5 inchi telepon pintar mereka, yang saat ini berada di ujung
tongkat kurus khusus untuk memotret diri sendiri.
Di pelataran sana ada
cahaya cukup terang, ternyata sebuah patung hati berwarna merah berpendar
mengalahkan gelap disekelilingnya, mereka berfoto bergantian. Suara tawa ibu
dan anak di belakangku menarik perhatian, mereka dengan gembiranya bermain di
tengah hembusan angin dingin yang kencang, dengan syal merah yang seakan
menjadi layar terkembang, menahan laju saat mereka berdua berjalan, sang anak
ini mencoba memegang syal itu, ku takut bahwa anak yang berumur sekitar 4 tahun
itu terbang terbawa angin hingga daratan Tiongkok.
Wan Chai.
Queen’s Road saat ini sedang sibuk-sibuknya bersiap untuk
perayaan Tahun Baru Cina, toko penjual pernak-pernik ritual ramai pengunjung,
semua kantor, toko dan Pusat Perbelanjaan dihiasi pot yang ditanami pohon jeruk
mandarin mini, beberapa ada yang memasang altar sesaji mini di samping pintu
masuknya. Lambaian amplop warna merah menghias langit-langit, menari tertiup
udara, hilir mudik kaki yang terlalu sibuk untuk berhenti, garis-garis putih
yang terkadang rancu terinjak sol sepatu atau karet hitam taksi Hong Kong, di
pinggir trotoar itu kulihat seorang wanita paruh baya sedang membakar lembaran
kertas kuning di dalam sebuah ember besi yang lidah apinya seolah ingin
meloncat ke jalan penuh mobil. Tak jauh aku berjalan, di samping kanan pintu
masuk sebuah gedung, lelaki tua renta berusaha berdamai dengan sumpitnya,
berkonsentrasi penuh memasukkan nasi ke rongga mulutnya, kardus putih mewadahi
nasi yang ia pegang dengan satu tangan, lelaki itu begitu terlena dengan
dunianya tak peduli para pejalan kaki yang hilir mudik disampingnya.